Pages

Jumat, 09 Desember 2011

TINJAUAN UMUM TENTANG MODAL KERJA
Oleh: Husnil Khatimah[1]


1.1.  Pengertian dan Sumber Modal Kerja

1.1.1. Pengertian Modal Kerja

Perusahaan didirikan untuk jangka waktu tak terbatas, artinya manajemen perusahaan selalu berusaha menjaga keberlangsungan operasi perusahaan untuk dapat mempertahankan dan mengembangkan perusahaan diperlukan daya saing yang memadai. Untuk dapat bersaing, perusahaan harus bekerja pada tingkat efisiensi yang tinggi dan selalu berusaha menekan risiko, perusahaan harus dapat menciptakan pengembangan sistem dan prosedur pelayanan serta sistem informasi yang memungkinkan terselenggaranya kegiatan operasional perusahaan semakin lancar dan juga perusahaan harus memiliki modal yang cukup dan sehat sebagai penggerak operasi perusahaan.
Sebuah perusahaan membutuhkan sumber dana (resources) untuk dapat melaksanakan aktivitas usahanya sehari-hari, salah satu sumber dana adalah modal. Modal yang dimiliki sebuah perusahaan apabila dilihat dari segi dimensi waktu dalam pengalokasiannya dibagi kedalam dua kategori yaitu untuk investasi jangka pendak dan investasi jangka panjang. [2]

Menurut Awat (1999;408) bahwa modal kerja adalah modal yang tertanam dalam aktiva lancar (current assets) di mana perusahaan sudah berjalan sehingga modal kerja ini akan terdistribusi ke persediaan, piutang dan kas. Modal kerja yang terdapat pada aktiva lancar terdiri dari berbagai elemen dan dapat diberi pengertian yang berbeda-beda. Hermanto (1997;176) menyebutkan bahwa “Aktiva lancar mengikuti kas dan lain-lain aktiva yang diharapkan akan dapat dikonversikan menjadi kas atau dikonsumsikan dalam siklus operasi perusahaan atau dalam jangka waktu satu tahun”.[3]
Pengertian modal kerja sangat erat hubungannya dengan elemen-elemen dalam neraca yang terdapat pada aktiva lancar yang meliputi kas, surat berharga, piutang dan persediaan. Hal ini sesuai sebagaimana dinyatakan oleh Munawir (2003:113). Pengertian pertama dana diartikan sama dengan ”modal kerja” baik dalam arti modal kerja bruto maupun modal kerja netto. Pengertian yang kedua dana diartikan sama dengan kas. Pengertian lain dari dana adalah sebagai net monetary asset, yaitu kas dan aktiva-aktiva lain yang mempunyai sifat sama dengan kas. Bahkan ada yang mengartikan dana sama dengan seluruh aktiva yang dimiliki oleh perusahaan.[4]
Sitio dan Tamba (2001: 82) mengertikan modal kerja adalah sejumlah uang yang tertanam dalam aktiva lancar perusahaan atau yang digunakan untuk membiayai operasional jangka pendek perusahaan, seperti pengadaan bahan baku, tenaga kerja, pajak, biaya listrik, dan lain-lain. Sedangkan jika ditinjau dari sudut neraca, modal kerja adalah aktiva lancar dikurangi kewajiban lancar.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa modal kerja merupakan sumber daya bagi perusahaan untuk melakukan usaha. Sumber daya yang dimaksudkan di sini tidak harus berbentuk kas, akan tetapi semua harta perusahaan yang bersifat produktif dapat juga dikatakan sebagai modal kerja.[5]
Dari beberapa definisi di atas diperoleh gambaran modal dalam neraca yaitu modal menurut bentuknya (sebelah debet) atau disebut modal aktif dan modal menurut sumbernya (sebelah kredit) atau disebut modal pasif. Dapat pula dikatakan bahwa modal aktif adalah modal yang tertera disebelah debet pada neraca yaang menggambarkan bentu-bentuk di mana dana yang diperoleh perusahaan ditanamkan, sedangkan pasif adalah modal yang tertera disebelah kredit dari neraca yang menggambarkan sumber-sumber dari mana dana perusahaan tersebut diperoleh.  
Selanjutnya Riyanto (2000:47) mengemukakan modal kerja dapat dibagi menurut konsepnya sebagai berikut:
a.       Konsep Kuantitatif
Konsep ini mendasar pada kuantitas dari pada dana yang tertanam dalam unsur-unsur aktiva lancar dimana aktiva ini merupakan aktiva yang sekali berputar dalam bentuk semula atau aktiva dimana yang tertanam didalamnya akan dapat bebas lagi dalam waktu yang pendek, dengan demikian modal kerja menurut konsep ini adalah keseluruhan dari pada jumlah aktiva lancar. Modal kerja dalam pengertian ini sering disebut modal kerja bruto (gross working capital).

b.      Konsep Kualitatif
Apabila pada konsep kuantitatif modal kerja itu hanya dikaitkan dengan besar jumlah aktiva lancar saja, maka pada konsep kualitatif ini pengertian modal kerja juga dikaitkan dengan besarnya jumlah hutang lancar yang segera harus dibayar. Dengan demikian maka sebagian dari aktiva lancar ini harus disediakan untuk memenuhi kewajiban financial yang segera harus dilakukan, dimana bagian aktiva lancar ini tidak boleh digunakan untuk membiayai operasi perusahaan untuk menjaga likuiditasnya. Oleh karenanya maka modal kerja menurut konsep ini adalah sebahagian dari aktiva lancar yang benar-benar dapat digunakan untuk membiayai operasi perusahaan tanpa mengganggu likuiditasnya, yaitu yang merupakan kelebihan aktiva lancar diatas hutang lancar. Modal kerja dalam pengertian ini sering disebut modal kerja netto (Net Working Capital).

c.       Konsep Fungsional
Konsep ini menitik beratkan fungsi dari dana yang dimiliki dalam rangka menghasilkan pendapatan (laba) dari usaha pokok perusahaan. Menurut konsep ini tidak semua dana akan digunakan sekaligus untuk memperoleh pendapatan pada periode sekarang, tetapi ada sebagian dana yang akan digunakan untuk menghasilkan pendapatan dimasa yang akan datang, misalnya aktiva tetap lainnya yang menjadi bagian modal kerja dimasa yang akan datang adalah sebesar penyusutan depriasiasi dari aktiva tersebut.[6]

Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa menurut konsep kuantitatif modal kerja adalah keseluruhan dari aktiva lancar yang tertanam dalam perusahaan, dimana aktiva tersebut akan berputar dan akan kembali dalam waktu jangka pendek. Menurut model kualitatif modal kerja itu adalah sebuah aktiva lancar yang benar-benar nyata tersedia yang digunakan untuk operasi perusahaan tanpa harus terganggu dengan kewajiban yang harus segera dibayar. Sedangkan menurut konsep fungsional modal kerja dimaksudkan untuk mendapatkan laba atau pendapatan baik dimasa sekarang maupun dimasa yang akan datang. Sebagian tertentu dari modal kerja tersebut dimaksudkan untuk mendapatkan laba pada masa sekarang, tetapi sebagian yang lain dari modal kerja tersebut digunakan untuk mendapatkan laba dimasa yang akan datang.[7]
Pengendalian jumlah modal kerja yang tepat akan menjamin kontinuitas operasi dari perusahaan secara efesien dan ekonomis. Bila mana modal kerja terlalu besar, maka dana yang tertanam dalam modal kerja melebihi kebutuhan, sehingga terjadilah idle find. Padahal dana itu sendiri sebenarnya dapat digunakan untuk keperluan lain dalam rangka peningkatan laba. Tetapi bilamana modal kerja terlalu kecil atau kurang, maka perusahaan akan kurang mampu memenuhi permintaan langganan seperti membayar gaji pegawai ataupun kewajiban-kewajiban lainnya yang segera harus dilunasi.[8]
Dengan demikian kebaikan dan keburukan modal kerja dalam perusahaan dapat dilihat sebagai berikut:
a.       Kelebihan atas modal kerja mengakibatkan kemampuan laba menurun sebagai akibat lambatnya perputaran dana perusahaan.
b.      Menimbulkan kesan bahwa manajemen tidak mampu menggunakan modal kerja secara efesien.
c.       Kalau modal kerja tersebut dipinjam dari bank maka perusahaan mengalami kerugian dalam membayar bunga.
Akan tetapi bilamana modal kerja cukup, akan dapat memberikan keuntungan-keuntungan bagi perusahaan, seperti:
a.       Melindungi kemungkinan terjadinya krisis keuangan guna membenahi modal kerja yang diperlukan.
b.      Merencanakan dan mengawasi rencana perusahaan menjadi rencana keuangan didalam jangka pendek.
c.       Menilai kecepatan perputaran modal kerja dalam arti yang menyeluruh.
d.      Membayar atau memenuhi kewajiban jangka pendek sesuai dengan jatuh tempo.
e.       Memperoleh kredit sebagai sumber dana guna memperbesar pemenuhan kebutuhan kekayaan aktiva lancar.
f.       Memberikan pedoman yang baik sehingga tidak terdapat keraguan manajemen guna memperoleh efesiensi yang baik.[9]

1.1.2. Sumber Modal Kerja   
Modal kerja dapat berasal dari berbagai sumber, yakni sebagai berikut:
a.       Pendapatan bersih yaitu modal kerja diperoleh dari hasil penjualan barang dan hasil-hasil lainnya yang meningkatkan uang kas dan piutang. Akan tetapi, sebagian dari modal kerja ini harus digunakan untuk menutup harga pokok penjualan dan biaya usaha yang telah dikeluarkan untuk memperoleh revenue, yakni berupa biaya penjualan dan biaya administrasi.
b.      Keuntungan dari penjualan surat-surat berharga, surat-surat berharga sebagai salah satu pos aktiva lancar dapat dijual dan penjualan ini akan timbul keuntungan. Penjualan surat-surat berharga menunjukkan pergeseran bentuk pos aktiva lancar dari pos ” Surat-Surat Berharga” menjadi pos ”kas”. Keuntungan yang diperoleh merupakan sumber penambahan modal kerja. Sebaliknya, jika terjadi kerugian maka modal kerja akan berkurang.
c.       Sumber lain untuk menambah modal kerja adalah hasil penjualan aktiva tetap, investasi jangka panjang, dan aktiva tidak lancar lainnya yang tidak diperlukan lagi oleh perusahaan. Perubahan akativa tidak lancar itu menjadi kas yang akan menambah modal kerja sebanyak hasil bersih penjualan aktiva tidak lancar tersebut.
d.      Penjualan obligasi dan saham, penjualan ini dapat dikeluarkan oleh perusahaan apabila diperlukan sejumlah modal kerja, misalnya untuk ekspansi perusahaan pinjaman jangka panjang berbentuk obligasi biasanya tidak begitu disukai karena adanya beban bunga di samping kewajiban mengembalikan pokok pinjaman.
e.       Dana pinjaman dari bank dan pinjaman jangka pendek lainnya
Pinjaman jangka pendek (seperti kredit bank) bagi beberapa perusahaan merupakan sumber penting dari aktiva lancarnya, terutama tambahan modal kerja yang diperlukan untuk membelanjai kebutuhan modal kerja musiman.
f.       Kredit dari supplier
Salah satu modal kerja yang penting adalah kredit yang di berikan oleh supplier. Material, barang-barang, supplies, dan jasa-jasa biasa dibeli secara kredit atau dengan wesel bayar. Apabila perusahaan kemudian dapat mengusahakan menjual barang dan menarik pembayaran piutang sebelum waktu utang dilunasi, perusahaan hanya memerlukan sejumlah kecil modal kerja.[10]
2.1.            Bentuk Dasar Modal Kerja dan Fungsinya
2.2.1. Bentuk Dasar Modal Kerja
Terdapat beberapa pemikiran tentang bentuk dasar modal kerja suatu perusahaan, bahwa modal suatu perusahaan pada dasarnya terdiri dari tiga kelompok yaitu sebagai berikut:
1.      Subordinated debt, yaitu utang kepada pihak lain yang pelunasannya hanya dapat dilakukan setelah terpenuhinya kewajiban pembayaran kepada kreditor lainnya. Utang subardinasi biasanya berbunga. Bunga itu akan dibayarkan oleh perusahaan pada waktu yang akan datang.
2.      Preferred stock, yaitu sejumlah dana tertentu yang ditanamkan oleh pemilik saham yang dividennya akan dibayar oleh perusahaan dan pelunasannya hanya dapat dilakukan setelah terpenuhinya pembayaran kepada penitip uang atau depositor.
3.      Common equity, yaitu modal dasar yang dimiliki oleh suatu perusahaan yang biasanya terdiri dari dana saham, surplus harga saham di atas pari, cadangan modal, dan laba yang ditahan.
Sedangkan menurut edaran Bank Indonesia bentuk dasar modal kerja terdiri dari :
a.       Modal disetor, adalah modal yang telah disetor secara efektif oleh pemiliknya. Dalam hal ini perusahaan berbentuk koperasi, maka modal disetor terdiri dari atas simpanan pokok dan simpanan wajib para anggota.
b.      Cadangan modal, adalah dana yang secara efektif disetor untuk menambah modal, namun perubahan ketentuan yang bertalian dengan modal dasar dalam masing-masing pendirian atau anggaran dasarnya belum memperoleh pengesahan dari pihak berwenang.
c.       Cadangan umum, adalah cadangan yang dibentuk penyisihan secara berkala laba bersih setelah dikurangi pajak untuk tujuan yang ditetapakan.
d.      Cadangan tujuan, adalah bentuk penyisihan secara berkala laba bersih setelah dikurangi pajak dan dimaksudkan untuk tujuan tertentu.
e.       Laba yang ditahan, adalah bagian laba yang menurut rapat umum pemegang saham tidak dibagikan dalam rangka memperkuat modal perusahaan.
f.       Saldo rugi, dihitung sebesar 100% sebagai pengurangan komponen modal sendiri, baik rugi tahun-tahun sebelumnya maupun rugi tahun berjalan.
g.      Pinjaman subordinasi, adalah pinjaman yang dikonversikan menjadi modal disetor dan hak tagihannya berlaku paling akhir dari segala pinjaman yang ada jika terjadi likuidasi. Pinjaman subordinasi hanya dapat dilunasi apabila dengan permodalan perusahaan yang sehat.[11]
Sedangkan BIS (Bank for International settlements) yang juga dianut oleh penguasa moneter di Indonesia, bentuk dasar modal kerja hanya dibedakan menjadi dua yaitu sebagai berikut:
a.         First tier capital (modal pokok) yaitu sejumlah dana yang bersumber dari pemilik bank serta yang berasal dari dalam perusahaan. Komponen modal pokok ini adalah modal disetor, agio saham, cadangan umum, cadangan tujuan, laba yang ditahan, laba tahun lalu, dan laba tahun berjalan.
b.        Second tier (modal tambahan) yaitu sejumlah dana modal yang bukan bersumber dari pemilik bank/pemegang saham atau bukan dari intern bank. Komponen modal tambahan adalah cadangan revaluasi aktiva tetap, cadangan penghapusan aktiva, modal kuasi, pinjaman subardinasi. [12]

2.2.2.      Fungsi Modal Kerja
Bank sebagai  unit bisnis membutuhkan darah bisnis, yaitu berbentuk modal. Dengan kata lain, modal adalah aspek penting bagi suatu unit bisnis bank. Sebab beroperasinya tidaknya suatu perusahaan, salah satunya sangat dipengaruhi oleh kondisi kecukupan modalnya,fungsi modal kerja adalah sebagai berikut:
a.       Modal kerja itu menampung kemungkinan akibat buruk yang ditimbulkan karena penurunan nilai aktiva lancar seperti penurunan nilai piutang yang diragukan dan yang tidak dapat ditagih atau penurunan nilai persediaan
b.      Modal kerja yang cukup memungkinkan perusahaan untuk membayar semua utang lancarnya tepat pada waktunya dan untuk memanfaatkan potongan tunai, dengan menggunakan potongan tunai maka jumlah yang akan dibayar untuk pembelian barang menjadi berkurang.
c.       Modal kerja yang cukup memungkinkan perusahaan untuk memelihara perusahaan yaitu penilaian pihak ketiga, misalnya bank dan para kreditor akan kelayakan perusahaan untuk memelihara kredit. Di samping itu modal kerja yang mencukupi memungkinkan perusahaan untuk menghadapi situasi darurat. [13]
d.      Memungkinkan perusahaan untuk memberikan syarat kredit pada para pembeli. Kadang-kadang perusahaan harus memberikan kepada para pembelinya syarat kredit yang lebih lunak dalam usaha membantu para pembeli yang baik untuk membiayai operasinya.
e.       Memungkinkan perusahaan untuk menyesuaikan persediaan pada suatu jumlah yang mencukupi untuk melayani kebutuhan para pembeli dengan lancar.
f.       Modal kerja yang mencukupi, memungkinkan pula perusahaan untuk menghadapi masa resesi dan depresi dengan baik.[14]
Menurut Johnson modal kerja mempunyai tiga fungsi yaitu:
Pertama, sebagai penyangga untuk menyerap kerugian operasi dan kerugian lainnya. Dalam fungsi ini modal memberikan perlindungan terhadap kegagalan atau kerugian perusahaan dan perlindungan terhadap kepentingan para deposan.
Kedua, sebagai dasar untuk menetapkan batas maksimum pemberian kredit, hal ini adalah merupakan pertimbangan operasional bagi bank sentral, sebagai regulator, untuk membatasi jumlah pemberian kredit kepada setiap individu.
Ketiga, modal juga menjadi dasar perhitungan bagi para partisipan pasar untuk mengepaluasi tingkat kemampuan perusahaan secara relatif untuk menghasilkan keuntungan bersih dengan ekuitas. Para partisipan pasar membandingkan retun on inversment di antara perusahan-perusahaan yang ada.
Sementara itu, Brenton C. Leavit, stap Dewan Gubernur Bank Sentral Amerika, menyebutkan fungsi modal ada empat hal yaitu:
1.      Untuk melindungi deposan yang tidak diasuransikan, pada saat perusahaan dalam keadaan insolvable dan likuidasi.
2.      Untuk menyerap kerugian yang tidak diharapkan guna menjaga kepercayaan masyarakat bahwa perusahaan dapat terus beroperasi.
3.      Untuk memperoleh sarana fisik dan kebutuhan dasar lainnya yang diperlukan untuk menawarkan pelayanan perusahaan.
4.      Sebagai alat pelaksana peraturan pengendalian akspansi akativa yang tidak tepat.
Melihat fungsi modal dalam suatu perusahaan menunjukkan bahwa kedudukan modal merupakan hal penting yang harus dipenuhi terutama oleh pendirian bank dan para manajemen bank selama beroperasinya bank tersebut.[15]

2.3.      Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Modal Kerja
Untuk menentukan jumlah modal kerja yang diperlukan oleh suatu perusahaan terdapat sejumlah faktor yang perlu dianalisa, faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Sifat  atau tife perusahaan
Modal kerja yang dibutuhkan perusahaan jasa (public utility) relatif rendah bila dibandingkan dengan kebutuhan modal kerja perusahaan industri, karena untuk perusahaan jasa, misalnya perusahaan listrik, perusahaan air minum dan lain-lain tidak memerlukan investasi yang besar dalam kas, piutang maupun persediaan. Kebutuhan uang tunai yang membayar pegawainya maupun untuk membiayai operasinya dapat dipenuhi dari penghasilan atau penerimaan-penerimaan saat itu juga, sedangkan piutang biasanya dapat ditagih dalam waktu yang relatif pendek,  bahkan untuk jasa perusahaan tertentu penerimaan uang justru lebih dahulu daripada pembayaran jasanya (misalnya: seseorang yang akan naik kereta api tentu harus membeli karcis terlebih dahulu). Sifat dari perusahaan jasa biasanya memiliki atau harus menginvestasikan modal-modalnya sebagian besar pada aktiva tetap yang digunakan untuk memberikan pelayanan atau jasa kepada masyarakat.
Apabila dibandingkan dengan perusahaan industri, maka keadaannya sangatlah ekstrim karena perusahaan industri harus mengadakan investasi yang cukup besar dalam aktiva lancar agar perusahaannya tidak mengalami kesulitan di dalam operasinya sehari-hari. Oleh karena itu apabila dibandingkan dengan perusahaan jasa, perusahaan industri membutuhkan modal yang lebih besar. Bahkan diantara perusahaan industri sendiri kebutuhan akan modal kerjanya pun tidak sama, perusahaan yang memproduksi barang akan membutuhkan modal kerja yang lebih besar daripada perusahaan perdagangan atau perusahaan eceran, karena perusahaan yang memproduksikan barang harus mengadakan investasi yang relatif besar dalam bahan baku, barang dalam proses persediaan barang jadi.[16]             
2.      Waktu yang diperlukan untuk memproduksi atau mendapatkan barang dan ongkos produksi per unit atau harga beli per unit.
Kebutuhan modal kerja suatu perusahaan berhubungan langsung dengan waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh barang yang akan dijual maupun bahan dasar yang akan diproduksi sampai barang tersebut dijual. Makin panjang waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi atau untuk memperoleh barang tersebut makin besar pula modal kerja yang dibutuhkan. Di samping itu harga pokok per satuan barang juga akan mempengaruhi besar kecilnya modal kerja yang dibutuhkan, semakin besar harga pokok per satuan barang yang dijual akan semakin besar pula kebutuhan akan modal kerja. Misalnya perusahaan kapal terbang dibandingkan dengan perusahaan perabot rumah tangga maka modal kerja yang dibutuhkan oleh perusahaan kapal terbang akan jauh lebih besar kerena disamping membutuhkan waktu yang lam untuk menyelesaikan sebuah kapal terbang juga harga pokok dari sebuah kapal terbang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan harga pokok sebuah meubel.[17]

3.      Syarat pembelian
Syarat pembelian barang dagangan atau bahan dasar yang akan digunakan untuk memproduksi barang sangat mempengaruhi jumlah modal kerja yang dibutuhkan oleh perusahaan yang bersangkutan. Jika syarat kredit yang diterima pada waktu pembelian menguntungkan, makin sedikit uang kas yang harus diinvestasikan dalam persediaan bahan ataupun barang dagangan, sebaliknya bila pembayaran atas bahan atau barang yang dibeli tersebut harus dilakukan dalam jangka waktu yang pendek maka uang kas yang diperlukan untuk membiayai persediaan semakin besar pula.

4.      Syarat penjualan
Semakin lunak kredit yang diberikan oleh perusahaan kepada para pembeli akan mengakibatkan semakin besarnya jumlah modal kerja yang harus diinvestasikan dalam sektor piutang. Untuk memperendah dan memperkecil jumlah modal kerja yang harus diinvestasikan dalam piutang dan untuk memperkecil risiko adanya piutang yang tak dapat ditagih, sebaiknya perusahaan memberikan potongan tunai kepada para pembeli, karena dengan demikian para pembeli akan tertarik untuk segera membayar hutangnya dalam priode diskonto tersebut.

5.      Tingkat perputaran persediaan
Tingkat perputaran persediaan (inventory turn-over), menunjukkan berapakali persedian tersebut diaganti dalam arti dibeli dan dijual kembali. Semakin tinggi perputaran persediaan tersebut maka jumlah modal kerja yang dibutuhkan (terutama yang harus diinvestasikan dalam persediaan) semakin rendah. Untuk dapat mencapai tingkat perputaran yang tinggi, maka harus diadakan perencanaan dan pengawasan persediaan secara teratur dan efesien. Semakin cepat atau semakin tinggi tingkat perputaran akan memperkecil resiko terhadap kerugian yang disebabkan karena penurunan harga atau karena perubahan selera konsumen, disamping itu akan menghemat ongkos penyimpanan dan pemeliharaan terhadap persediaan tersebut.

6.      Tingkat perputaran piutang
Kebutuhan modal kerja juga tergantung pada priode waktu yang diperlukan untuk mengubah piutang menjadi uang kas. Apabila piutang terkumpul dalam waktu pendek berarti kebutuhan akan modal kerja menjadi semakin rendah atau kecil. Untuk mencapai perputaran piutang yang tinggi diperlukan pengawasan piutang yang efektif dan kebijaksanaan yang tepat sehubungan dengan perluasan kredit, syarat kredit penjualan, maksimum kredit bagi langganan, serta penagihan utang.

7.      Pengaruh konjungtur (business cycle)
Pada periode makmur (prosperity) aktivitas perusahaan meningkat dan perusahaan cenderung membeli barang lebih banyak memanfaatkan harga yang masih rendah. Ini berarti perusahaan memperbesar tingkat persediaan. Peningkatan jumlah persediaan membutuhkan modal kerja yang lebih banyak. Sebaliknya pada periode depresi volume perdagangan menurun, perusahaan cepat-cepat berusaha menjual barangnya dan menarik piutangnya. Uang yang diperoleh digunakan untuk membeli surat-surat berharga, melunasi utang, atau untuk menutupi kerugian.[18]


8.      Derajat risiko kemungkinan menurunnya harga jual aktiva jangka pendek.
Menurunnya nilai riil dibanding dengan harga buku dari surat-surat berharga, persediaan barang, dan piutang akan menurunkan modal kerja. Apabila risiko kerugian ini semakin besar berarti diperlukan tambahan modal kerja untuk membayar bunga atau melunasi utang jangka pendek yang sudah jatuh tempo. Untuk melindungi diri dari hal yang tidak terduga dibutuhkan modal kerja yang relatif  besar dalam bentuk kas atau surat-surat berharga.

9.      Pengaruh musim
Banyak perusahaan dimana penjualannya hanya terpusat pada beberapa bulan saja. Perusahaan yang di pengaruhi oleh musim membutuhkan jumlah maksimum modal kerja untuk periode yang relatif pendek. Modal kerja yang ditanamkan dalam bentuk persediaan barang berangsur-angsur meningkat dalam bulan-bulan menjelang puncak penjualan.

10.  Credi rating dari perusahaan
Jumlah modal kerja, dalam bentuk kas termasuk surat-surat berharga, yang dibutuhkan perusahaan untuk membiayai operasinya tergantung pada kebijaksanaan penyediaan uang kas. Penyediaan uang kas ini tergantung pada, credit rating dari perusahaan (kemampuan meminjam uang dalam jangka pendek), perputaran persediaan dan piutang, dan kesempatan mendapatkan potongan harga dalam pembelian.[19]

2.4.      Jenis dan Penggunaan Modal Kerja
2.4.1. Jenis Modal Kerja
Secara fungsionalnya, modal kerja bersifat berubah-ubah atau fleksibel dan mengalami proses atau perputaran dalam jangka waktu yang pendek. Untuk menjaga efesiensinya pada tingkat yang optimal, pihak manajemen dan kreditur jangka pendek mempunyai kepentingan yang besar dalam memantau posisi keuangan jangka pendek (modal kerja) perusahaan, termasuk perubahan-perubahan yang terjadi selama periode tersebut. Perubahan modal kerja dan perubahan yang dapat menambah atau merupakn sumber modal kerja dan perubahan yang dapat mengurangi atau penggunaan modal kerja.[20]
Modal kerja menurut jenisnya dapat dibedakan menjadi dua golongan, yakni sebagai berikut:
a.       Bagian modal kerja yang relatif permanen, yaitu jumlah modal kerja minimal yang harus tetap ada dalam perusahaan untuk dapat melaksanakan operasinya atau sejumlah modal kerja yang secara terus-menerus diperlukan untuk kelancaran usaha. Modal kerja permanen ini dapat dibedakan dalam modal kerja primer, yaitu jumlah modal kerja minimum yang harus ada pada perusahaan untuk menjamin kontinuitas usahanya, selanjutnya modal kerja normal, yaitu modal kerja yang diperlukan untuk luas produksi yang nomal.
b.      Bagian modal kerja yang bersifat variabel, yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah tergantung pada perubahan keadaan. Modal kerja ini dapat dibedakan yaitu modal kerja musiman, yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah disebabkan fluktuasi musim, yang kedua modal kerja siklis, yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah disebabkan fluktuasi konjungtur, yang terakhir modal kerja darurat, yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah karena adanya keadaan darurat atau mendadak yang tidak dapat diketahui atau diramalkan terlebih dahulu. [21]
Sedangkan menurut Warsini (2003;106) menyebutkan bahwa jenis-jenis modal dapat dibedakan menjadi dua ; yang pertama modal asing yaitu modal yang berasal dari kreditur yang sifatnya sementara bekerja di dalam perusahaan dan saatnya nanti harus dikembalikan disertai dengan bunga sebagai kompensasi atas penggunaan utang tersebut. Yang kedua, kredit rekening koran, yaitu kredit yang diberikan oleh bank kepada perusahaan dengan batas plafon tertentu dimana perusahaan mengambilnya tidak sekaligus melainkan sebagian sesuai dengan kebutuhannya.[22]

2.4.2.      Penggunaan Modal Kerja
Pemakaian atau penggunaan modal kerja akan menyebabkan perubahan bentuk maupun penurunan jumlah aktiva lancar yang dimiliki oleh perusahaan, tetapi penggunaan aktiva lancar tidak selalu diikuti dengan berubahnya atau turunya jumlah modal kerja yang di miliki oleh perusahaan, misalnya penggunaan aktiva lancar untuk melunasi atau membayar utang lancar, maka penggunaan aktiva lancar ini tidak mengakibatkan penurunan jumlah modal kerja karena penurunan aktiva lancar tersebut diikuti atau di imbangi dengan penurunan hutang lancar dalam jumlah yang sama.[23]
Sedangkan penggunaan atau pemakaian aktiva lancar yang tidak mengubah jumlah modal kerja maupun jumlah aktiva lancar misalnya: pembelian efek(marketable securities) secara tunai, pembelian barang dagangan atau bahan-bahan lainnya secara tunai dan perubahan suatu bentuk piutang kebentuk piutang lain, misalnya piutang dagang menjadi piutang wesel.
Mengenai perubahan-perubahan yang efeknya memperkecil dana atau kas, yang dikatakan sebagai pengguna dana adalah sebagai berikut:
1.      Bertambahnya aktiva lancar selain kas
2.      Bertambahnya aktiva tetap
3.      Berkurangnya setiap jenis utang
4.      Berkurangnya modal
5.      Pembayaran cash dividend
6.      Adanya kerugian dalam operasinya perusahaan [24]

2.5.      Profitabilitas
Profitabilitas merupakan salah satu aspek yang penting untuk di jadikan sebagai acuan investor atau pemilik dalam menilai kinerja manajemen yang selanjutnya dapat mempengaruhi keputusan investor untuk berinvestasi, pemilik untuk memberikan bonus atau menaikkan nilai kontrak dengan menejer dan kreditur untuk memberikan pinjaman. Rasio profitabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. Semakin tinggi rasio profitabilitas berarti semakin tinggi kemampuan perusahaan memperoleh laba.
            Profitabilitas juga merupakan hasil akhir yang diperoleh dari pengurangan antara total penerimaan dan total biaya yang diperoleh perusahaan. Total penerimaan berasal dari penjumlahan antara pendapatan operasional dan non-operasional. Setiap perusahaan baik perusahaan jasa maupun perusahaan dagang mempunyai satu tujuan akhir yaitu untuk memperoleh laba (profit). Profit ini hanya dapat diperoleh apabila pendapatan yang diterima lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan. Pendapatan-pendapatan yang diterima dapat berasal dari usaha atau aktivitas utama perusahaan yang sesuai dengan maksud dan tujuan berdirinya perusahaan dan dapat pula berasal dari non aktivitas utama perusahaan,  namun yang paling penting adalah laporan laba rugi. Laporan laba rugi melaporkan hasil operasi perusahaan selama satu priode. Tujuan utama perusahaan adalah hasil operasi yang memiliki peran penting dalam menentukan nilai solvabilitas dan likuiditas perusahaan.[25]
            Menurut Skousen (2002:119), definisi pendapatan adalah sebagai arus masuk atau kenaikan-kenaikan lainnya nilai harta suatu atuan usaha atau penghentian hutang-hutangnya(atau kombinasi dari keduanya) dalam satu periode akibat dari penyerahan atau produksi barang-barang, penyerahan jasa-jasa aktivitas, aktivitas lainnya yang membentuk operasi-operasi utama atau sentral yang berlanjut terus dari satuan usaha tersebut.
            Sedangkan menurut Soemarso (2000:53) pendapatan adalah penambahan bruto (gross increase) terhadap modal sehubungan dengan kegiatan perusahaan, ia berasal dari penjualan barang, pemberian jasa-jasa kepada langganan, penyewaan aktiva, peminjaman uang, dan kegiatan-kegiatan lain yang dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh laba.
            Ikatan Akuntan Indonesia (2002;23.2) menyatakan bahwa pendapatan adalah arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal perusahaan selama satu periode bila arus masuk itu mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari kontribusi pihak penanam modal.[26]
            Dari uaraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pendapatan merupakan peningkatan dalam jumlah aktiva dan penurunan kewajiban yang berasal dari penyerahan barang atau jasa maupun dari aktivitas operasional perusahaan lainnya dalam periode tertentu. Pendapatan yang diperoleh tersebut berasal dari transaksi yang merupakan peristiwa ekonomi dalam perusahaan, seperti penjualan barang, penjualan jasa, dan penggunaan aktiva perusahan oleh pihak-pihak lain yang menghasilkan bunga, royaliti dan deviden.
            Pengertian pendapatan yang telah disebutkan terdahulu menunjukkan bahwa pendapatan merupakan arus yang mengakibatkan terjadinya proses penciptaan barang dan jasa atau prestasi perusahaan secara keseluruhan. Dengan demikian sumber utama pendapatan berasal dari adanya penjualan produk perusahaan (barang dan jasa).[27]
Profitabilitas suatu perusahaan dapat diukur dengan kesuksesan perusahaan dan kemampuan menggunakan aktivanya secara produktif. Dengan demikian, profitabilitas suatu perusahaan dapat diketahui dengan jumlah aktiva atau jumlah modal perusahaan tersebut.

2.6.      Hubungan Modal Kerja Dengan Profitabilitas
modal kerja dengan profitabilitas mempunyai hubungan yang erat, dan langsung dapat di investasi dalam bentuk aktiva lancar. Sedangkan pengaruh modal kerja terhadap profitabilitas juga merupakan unsur yang saling terkait namun tidak berhubungan secara langsung, karena bila didefinisikan, modal kerja adalah pengurang antara Current Asset – Current Liability. Bila hal itu dihubungkan maka kaitannya dihubungkan dengan Aktiva Lancar, dimana bila terjadi pemanfaatan secara efisien modal kerja maka akan terjadi laba yang biasanya terletak disisi kas. Dan jika dilihat dari kenaikan modal kerja, jelas hal ini menguntungkan bagi perusahaan, sebab kenaikan modal kerja ditiap tahunnya akan berlangsung positif bagi kelangsungan operasional perusahaan dan baik untuk pergerakannya.[28]
Adapun beberapa jenis rasio profitabilitas antara lain:
a.       Margin laba (profit margin) = pendapatan bersih/ penjualan
Angka ini menunjukkan berapa besar persentase pendapatan bersih yang diperoleh setiap penjualan. Semakin besar ratio ini semakin baik karena dianggap kemampuan perusahaan dalam mendapatkan laba.
b.      Assets turn (Return on assets) = penjualan bersih/ total aktiva
Rasio ini menggambarkan perputaran aktiva diukur dari volume penjualan. Semakin besar rasio ini semakin baik, hal ini berarti bahwa aktiva dapat lebih cepat berputar dan meraih laba.
c.       Return on invesment (return on equity) = laba bersih/ rata-rat modal (equity).
Rasio ini menunjukkan berapa persen diperoleh laba bersih bila diukur dari modal pemilik, semakin besar semakin bagus.
d.      return on total assets = laba bersih/ rata-rata total aset.
Rasio ini menunjukkan berapa besar laba bersih diperoleh perusahaan bila diukur dari nilai aktiva.
e.       Basic earning power = laba sebelum bunga dan pajak/ total aktiva
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan memperoleh laba bila diukur dari jumlah laba sebelum dikurangi bunga dan pajak dibandingkan dengan total aktiva, semakin besar semakin baik.
f.       Earning per share = laba kotor/ penjualan
Rasio ini menunjukkan berapa besar kemampuan per lembar saham menghasilkan laba.
g.      Contributon margin = laba kotor/ penjualan.
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan melahirkan laba yang akan menutupi biaya-biaya tetap atau biaya operasi lainnya. Dengan pengetahuan atas rasio kita dapat mengontrol pengeluaran untuk biaya-biaya operasi sehingga perusahaan dapat menikmati laba.[29]
Pada dasarnya jika modal kerja suatu perusahaan besar, maka profitabilitas yang  dihasilkan juga besar dan resiko yang akan dihadapi juga tinggi, begitu juga sebaliknya jika modalnya kecil maka resiko yang dihadapi juga kecil.[30]


[1] Husnil Khatimah adalah alumni Fakultas Syariah IAIN Ar Raniry Jurusan Syariah Muamalah wal Iqtishad angkatan 2011
[2] Taswan, Manajemen Perbankan, Konsep Teknik dan Aplikasi (Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2006), hlm. 73.

[3] Nanik Widianti, Manajemen Koperasi (Jakarta: Rineka Cipta 2007),  hlm. 122.
                [4]Munawir Akuntan, Analisa Laporan Keuangan (Yogyakarta: LIBERTI 2004),  hlm. 114. 
[5] Jumingan, Analisis Laporan Keuangan, (Jakarta: PT. Bumi Aksara 2006),  hlm. 66.
                [6] Munawir Akuntan, Analias Laporan Keuangan, hlm. 114.
[7] Jumingan, Analisis Laporan Keuangan, hlm. 66.
[8] Kasmir, Manajemen Perbankan, ( Jakarta: Raja Wali Pers,2010),  hlm. 46.
[9] Amin Widjaja Tunggal,  Dasar-dasar Analisis Laporan Keuangan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000),  hlm. 93.
[10] Jumingan, Analisis Laporan Keuangan, hlm. 71.
                [11] Julius, R., Latumaersa., Mengenal Aspek-aspek Perbankan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1999), hlm. 85.
                [12] Ibid. hlm. 85.
                [13] Amin Widjaja Tunggal. Dasar-dasar Analisis Laporan keuangan, hlm. 91.
                [14] Ibid. hlm. 91.
[15] Muhammad, Manajemen Bank Syari’ah, (Yogyakarta: AMPYKPN, 2005),hlm . 244.
                [16] Jumingan, Analisis Laporan Keuangan, hlm. 69.
                [17] Ibid. hlm. 69.
                [18] Ibid. hlm. 70.
[19] Ibid. hlm. 70.
                [20] Jumingan, Analisis Laporan Keuangan, hlm. 74.
                [21] Munawir Akuntan, Analisa Laporan Keuangan, hlm. 119.
                [22] Ibid. hlm. 120.
                [23] Munawir Akuntan, hlm. 124.
[24] Ibid, hlm 76.
[25] Henri Faisal, Ekonomi Manajerial, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, , 2008),hlm. 397.
[26] Hendar Kusnadi, Ekonomi Koperasi, (Jakarta: Fakultas Ekonomi UI, 2005) hlm 54.
                [27] Manahan P., Tampubolon., Manajemen Keuangan, (Bogor: Galia Indonesia, 2006), hlm. 53.
                [28] Kamaruddin Ahmad, Dasar-dasar Manajemen Modal Kerja, (Palembang: PT. Rineka Cipta, 1995), hlm. 135.
[29] Siswanto Sutojo, Manajemen Terapan Bank, (Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo, 1997), hlm. 302.
                [30] Ibrahim Lubis,  Pengantar Ekonomi, (Jakarta: Kalam Mulia, 1995), hlm. 52.