Pages

Rabu, 29 Desember 2010

Rukun Dan Syarat Aqad Murabahah dan Ijarah Muntahiya Bi Al-Tamlik

A. Rukun dan Syarat Aqad Murabahah dan Ijarah Muntahiya Bi Al-Tamlik
Dalam melaksanakan suatu perikatan, terdapat suatu rukun dan syarat yang harus dipenuhi. Secara bahasa, rukun adalah “yang harus dipenuhi utnuk sahnya suatu pekerjaan” , sedangkan syarat adalah “ketentuan (peraturan, petunjuk) yang harus diindahkan dan dilakukan”. Dalam syariat, rukun dan syarat sama-sama menentukan sah atau tidaknya suatu transaksi. Secara definisi, rukun adalah “suatu unsur yang merupakan bagian tak terpisahkan dari suatu perbuatan atau lembaga yang menentukan sah atau tidaknya perbuatan tersebut dan atau tidaknya sesuatu itu” . Definisi syarat adalah “sesuatu yang tergantung padanya keberadaan hukum syar’i dan ia berada diluar hukum itu sendiri yang ketiadaannya menyebabkan hukum pun tidak ada”.
Perbadaan antara rukun dan syarat menurut ulama Ushul Fiqh bahwa rukun merupakan sifat yang kepadanya tergantung keberadaan hukum dan ia termasuk dalam hukum itu sendiri. Sedangkan syarat merupakan sifat yang kepadanya tergantung keberadaan hukum tapi ia berada diluar hukum itu sendiri.
Mengenai rukun perikatan atau sering disebut juga dengan rukun aqad dalam Hukum Islam, terdapat beraneka ragam pendapat dikalangan para ahli fiqh. Dikalangan mazhab Hanafi bahwa rukun aqad hanya sighat al-‘aqad, yaitu ijab dan kabul. Sedangkan syarat aqad adalah al-‘aqidain (subyek aqad) dan mahallul-‘aqd (obyek aqad). Alasannya adalah al-‘aqidanin dan mahallul ‘aqd bukan merupakan bagian dari tasharruf aqad (perbuatan hukum aqad). Kedua hal tersebut berbeda diluar perbuatan aqad. Berbeda halnya dengan pendapa dari kalangan Syafi’i termasuk Imam Ghazali dan kalangan mazhab Maliki termasuk Syihab al-Karakhi, bahwa al-‘aqidain dan mahallul ‘aqd termasuk rukun aqad karena hal tersebut merupakan salah satu pilar utama dalam tegaknya aqad.
1. Rukun dan Syarat Murabah
Dari segi hukumnya bertransaksi dengan menggunakan sistem murabahah adalah suatu hal yang dibenarkan dalam Islam. Keabsahannya juga bergantung pada syarat-syarat dan rukun yang telah ditetapkan. Adapun rukun jual beli murabahah yang disepakati oleh jumhur ulama adalah:
1) Penjual (ba’i), yaitu pihak yang memiliki barang untuk dijual atau pihak yang ingin menjual barangnya. Dalam transaksi pembiayaan murabahah di perbankan syariah merupakan pihak penjual.
2) Pembeli (musytari) yaitu pihak yang membutuhkan dan ingin membeli barang dari penjual, dalam pembiayaan murabahah nasabah merupakan pihak pembeli.
3) Barang/objek (mabi’) yaitu barang yang diperjual belikan. Barang tersebut harus sudah dimiliki oleh penjual sebelum dijual kepada pembeli, atau penjual menyanggupi untuk mengadakan barang yang diinginkan pembeli.
4) Harga (tsaman). Harga yang disepakati harus jelas jumlahnya dan jika dibayar secara hutang maka harus jelas waktu pembayaranya.
5) Ijab qabul (sighat) sebagai indikator saling ridha antara kedua pihak (penjual dan pembeli) untuk melakukan transaksi.
Dalam penentuan rukun jual beli, terdapat perbedaan pendapat ulama Hanafiah dengan jumhur ulama. Rukun jual beli menurut ulama Hanafiyah hanya satu, yaitu ijab (ungkapan membeli dari penjual) dan Kabul (ungkapan menjual dari penjual). Menurut mereka yang mejadi rukun jual beli hanyalah kerelaan kedua belah pihak melakukan transaksi jual beli. Akan tetapi, karena unsure kerelaan itu merupakan unsur hati yang sulit untuk diindera sehingga tidak kelihatan, maka diperlukan indikasi yang menunjukkan kerelaan kedua belah pihak yang melakukan transaksi jual beli, menurut mereka boleh tergambar dalam dan Kabul atau melalui cara saling memberikan barang dengan barang. Menurut ulama Hanafiyah, orang yang berakad barang yang dibeli dan nilai tukar barang, termasuk ke dalam syarat-syarat jual beli, bukan rukun jual beli.
Sedangkan syarat untuk jual beli bai’ al- murabahah menurut Syafi’I Antonio adalah sebagai berikut.
1) Penjual member tahu biaya modal kepada nasabah.
2) Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan.
3) Kontrak harus bebas dari riba
4) Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah pembelian.
5) Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembeli, misalnya jika pembeli dilakukan secara utang.
Secara prinsib, jika syarat dalam (1), (4), atau (5) tidak terpenuhi, pembeli memiliki pilihan.
a. Melanjutkan pembelian seperti apa adanya.
b. Kembali kepada penjual dan menyatakan ketidaksetujuan atas barang yang dijual.
c. Membatalkan kontrak.
Jual beli secara murabahah di atas hanya untuk barang atau produk yang telah dikuasai atau dimiliki penjual pada waktu negosiasi dan berkontrak.
Adapun syarat yang ditetapkan Bank Aceh Syariah dalam pembiayaan murabahah adalah sebagai berikut.
a. Pihak aqad sama-sama iklas, mempunyai kekuasaan melakukan jual beli.
b. Barang atau objek
1. Barangnya ada
2. Barangnya milik sah dari penjual
3. Tidak termasuk kategori yang diharamkan
4. Barang tersebut sesuai dengan pernyataan penjual
c. Harga
1. Harga jual bank adalah harga beli ditambah margin
2. Harga jual tidak boleh berubah selama masa perjanjian
3. System pembayaran dan jangka waktu disepakati bersama.

2.

Rukun dan Syarat Ijarah Muntahiya Bi Al- Tamlik
Dalam aqad ijarah mempunyai rukun dan syarat serta objek yang harus dipenuhi oleh kedua pihak agar aqad tersebut menjadi sah.
a. Rukun Ijarah, rukun ijarah di antaranya adalah :
1. Mu’jar (orang/pihak yang diupah/ disewa).
2. Mustajir (orang yang menyewa/ mengupah).
3. Shighab (ijab dan qabul)
4. Upah dan manfaat
5. Mu’ajir (pemilik barang)
6. Manfaat sewa.
Sunarto Zulkifli dalam bukunnya penduan praktis transaksi perbankan syariah menjelaskan bahwa manfaat sewa termasuk dalam rukun ijarah, sedangkan Andiwarman A Karim tidak menyebutkan manfaat dalam rukun sewa, karena dalam melakukan aqad sewa secara otomatis manfaat terhadap barang sewaan menjadi bagian dari rukun ijarah.
b. Syarat ijarah, syarat-syarat ijarah di antaranya adalah :
1. Mu’jar dan munstajir baligh dan berakal
2. Mustajir harus benar-benar memiliki barang yang disewakan itu atau mendapatkan wilayah untuk menyewakan barang itu.
3. Kedua belah pihak harus sama ridha dalam menjalakan aqad.
4. Manfaat yang disewakan harus jelas, keadaanya maupn lama masa penyewaan sehingga tidak menimbulkan persengketaan.
5. Manfaat atau imbalan sewa harus dapat dipenuhi secara syar’i, misalnya : tidak boleh menyewakan mobil yang dicuri atau perempuan haid untuk menyapu mesjid.
6. Manfaat yang dinikmati sewa harus halal dan mubah karena adanya kaidah : menyewakan sesuatu untuk kemaksiatan haram hukumnya.
7. Pekerjaan yang diupahkannya itu bukan kewajiban yang harus dilakukan oleh orang yang diupahkan sebelum terjadinya aqad, seperti : menyewa orang untuk melakukan shalat.
8. Upah harus secara syar’i dan bernilai.
9. Barang yang disewakan tidak cacat yang dapat merugikan pihak penyewa dan orang lain.
c. Objek ijarah, ketentuan objek ijarah adalah:
1. Objek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang atau jasa.
2. Manfaat barang harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak.
3. Pemenuhan menfaat harus yang bersifat dibolehkan.
4. Kesanggupan memenuhi harus nyata dan sesuai dengan syari’ah.
5. Manfaat harus dikenali secara spesifik untuk menghilangkan jahalah (ketidaktahuan) yang akan mengakibatkan sengketa.
6. Spesifik manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk jangka waktunya. Biasa juga dikenal dengan spesifikasi atau identifikasi fisik.
7. Sewa adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah kepada lembaga keuangan syari’ah sebagai pembayaran menfaat. Sesuatu yang dapat dijadikan harga dalam jual beli dapat pula dijadikan sewa dalam ijarah.
8. Manfaat dari benda yang disewa adalah perkara yang mubah (boleh) menurut syara’ bukan hal yang dilarang (diharamkan).
9. Kelenturan (flexibility) dalam menentukan sewa dapat diwujudkan dalam ukuran waktu, tempat dan jarak.
Ketiga poin di atas sangat jelas bahwa sebelum melakukan transaksi ijarah maupun ijarah muntahiya bi tamlik harus terpenuhi semua rukun dan syarat tersebut agar aqad ini menjadi sah. Selain itu objek yang disewakan juga harus jelas dan juka ada kriteria terhadap barang tertentu harus disebutkan dalam aqad tersebut agar tidak terjadi perselisihan.
Dalam menjelaskan aqad ijarah maupun ijarah muntahiya bi al tamlik kedua pihak mempunyai hak dan kewajiban yang harus ditunaikan selama pelaksanaan aqad ini hingga mencapai tujuan aqad tersebut.
Orang yang beraqad mempunyai hak dan kewajiban, termasuk bagi yang melakukan aqad ijaran muntahiya bi al tamlik. Hak dan kewajiban adalah dua sisi yang paling bertimpal balik dalam suatu transaksi. Hak salah satu pihak merupakan kewajiaban bagi pihak lain, begitu pun sebaliknya, kewajiban salah satu pihak menjadi hak bagi pihak lain. Kedua saling berhadapan dan diakui dalan hukum islam. Dalam hukum islam, hak adalah kepentingan yang ada pada perorangan atau masyarakat, atau pada keduanya, yang diakui oleh syara’. Berhadapan dengan dengan hak seseorang terdapat kewajiban orang lain untuk menghormatinya.
Hak dan kewajiban pemberi sewa atau pemberi jasa dan penyewa atau pengguna jasa menurut Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan tentang aqad-aqad yang digunakan dalam penerbitan efek Syari’ah adalah:
1) Hak dan kewajiban pemberi sewa atau pemberi jasa adalah
a) Menerima pembayaran harga sewa atau upah (ujrah) sesuai yang disepakati dalam ijarah;
b) Menyediakan barang yang disewakan atau jasa yang diberikan;
c) Menanggung biaya pemeliharaan barang yang disewakan;
d) Menjamin bila terdapat cacat pada barang yang disewakan;
e) Bertanggung jawab atas kerusakan barang yang disewakan yang bukan disebabkan oleh pelanggaran dari penggunaan yang dibolehkan atau bukan karena kelalaian pihak penyewa;dan
f) Menyatakan secara tertulis bahwa pemberi sewa atau jasa menyerahkan hak penggunaan atau pemanfaatan atau suatu barang dan atau memberikan jasa yang dimilikinya kepada penyewa atau pengguna jasa (pernyataan ijab).
2) Hak dan kewajiban penyewa atau pengguna jasa adalah:
a) Memanfaatkan barang dan atau jasa sesuai yang disepakati dalam ijarah;
b) Membayar sewa harga sewa atau upah (ujrah) sesuai yang disepakati dalam ijarah;
c) Bertanggung jawab untuk menjaga ketentuan barang serta menggunakanya sesuai yang disepakati dalam ijarah;
d) Menanggung biaya pemeliharan barang yang sifatnya ringan (tidak material) sesuai yang disepakati dalam ijarah;
e) Bertanggung jawab atas kekurangan barang yang disewakan yang disebabkan oleh pelanggaran dari penggunaan yang dibolehkan dan atau karena kelalaian pihak penyewa
f) Menyatakan secara tertulis bahwa penyewa atau penerima jasa menerima hak penggunaan atau pemanfaatan atas suatu barang atau pemberian jasa yang dimiliki pemberi sewa atau pemberi jasa (pernyataan qabul).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar